Mechanical and Electrical Department

Blog ini berisi tentang kegiatan-kegiatan serta files penunjang pekerjaan di Bagian Mekanik dan Listrik, PT. Yasa Wahana Tirta Samudera (PT. YWTS). Semoga Blog ini dapat bermanfaat bagi penggunanya.

Minggu, 17 Oktober 2010

Normalisasi Ukuran Bahan Bantalan Kayu Untuk As Propeller

Pada sistim propulsi terdapat beberapa jenis bantalan yang digunakan untuk menumpu perputaran as propeller. Kayu pokhout (lignum vitae) adalah salah satunya. Berikut ini adalah Tabel normalisasi ukuran (N/L) dari kayu pokhout yg menjadi acuan dalam pengadaan bahan bantalan.


Kamis, 14 Oktober 2010

Strategi PAL Menggenjot Efisiensi

Kamis, 09 Maret 2006
Oleh : Firdanianty dan Suhariyanto
URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/praktik/details.php?cid=1&id=4020

Lewat serangkaian pembenahan sederhana, kinerja pabrik kapal ini terlihat makin kinclong. Di sisi lain, proses produksi pun berjalan lebih efisien. Bagaimana perubahan dilakukan?
Loncatan bunga api yang memercik dari gesekan dan proses penyambungan baja di PT PAL Indonesia membuat suhu udara di sekitar galangan kapal lebih panas dari biasanya. Hari itu waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB. Di sudut lain, beberapa pekerja tampak sedang menggerinda dan mengelas lambung depan atas kapal niaga bertitel Stadt Solingen, pesanan Pemerintah Jerman. Sesekali, truk atau mobil pengangkat barang (fork lift) melintas.

Tiga puluh menit kemudian, terdengar suara sirine meraung-raung. Seketika, para pekerja menghentikan aktivitasnya. Semenit kemudian, mereka pun berbaris rapi. Satu per satu menuruni kapal niaga dan menginjakkan kakinya di bumi untuk beristirahat siang. Dilihat dari kejauhan, 400 pekerja yang berbaris menuruni tangga kapal tampak mirip serombongan semut yang berjalan merayap.

Pemandangan itu, dibandingkan dengan beberapa tahun silam, sangat bertolak belakang. Dulu, saat jam kerja masih berlangsung, karyawan tidak jarang naik-turun dari dan menuju kapal niaga yang sedang dikerjakan. Alasannya sederhana: perlu ke toilet untuk melepas hajat atau sekadar mencari air minum guna mengurangi dahaga.

Sejatinya, ini manusiawi mengingat beratnya pekerjaan di atas kapal. Hanya saja, setelah dievaluasi, ternyata banyak waktu yang terbuang lantaran jauhnya jarak toilet dan tempat minum dari galangan. Akibatnya, proses penyelesaian pekerjaan menjadi lebih panjang dari yang seharusnya.

Bermula dari kondisi itu, manajemen memutuskan memperbaiki infrastruktur yang kurang mendukung efisiensi dan efektivitas kerja. Strategi yang diterapkan tidak terlampau sulit: membuat toilet dan memasang tangki stainless besar berisi air minum. Dengan demikian, jika akan buang air kecil atau besar, pekerja tidak perlu turun dari kapal. Pun, ketika merasa haus, cukup memencet keran tangki berisi air minum. “Kami memulainya dari yang simpel-simpel,” kata Adwin H. Suryohadiprojo, Direktur Utama PT PAL Indonesia.

Adwin memang bukan Chaim Schreiber yang pada 1974 menerapkan resep “Jadikanlah sederhana” untuk mengobati penyakit menahun yang kala itu diderita Hotpoint – produsen peralatan rumah tangga Inggris – hingga perusahaan ini perlahan-lahan membaik. Ketika Adwin didapuk menduduki posisi puncak pada 1998, peluang pasar kapal domestik terbuka lebar. Catatan BeiNews menyebutkan, pasar angkutan ekspor-impor laut domestik diperkirakan mencapai US$ 8-9 miliar/tahun. Belum lagi ditambah pasar ekspor yang nilainya jauh lebih besar dari itu. Pada 1998, PAL juga tidak sedang mengalami kerugian finansial. BUMN ini masih sanggup mengantongi laba sebesar Rp 16 miliar.

Jadi, apa kesamaan PAL dengan Hotpoint? Bila ditelaah dengan cermat, keduanya sama-sama menerapkan resep awal berupa “Jadikanlah sederhana” guna mengobati penyakit kronis yang melekat pada organisasi perusahaan. Dalam pandangan Adwin, potensi sumber daya manusia di perusahaannya tidak kalah dari perusahaan di negara lain. Hanya saja, "Perlu diasah agar sesuai dengan tuntutan industri, seperti disiplin, efisien, bertanggung jawab, memahami mata rantai tugas dan etika bisnis.”

Sebenarnya, sebelum peraih Adidharma Profesi Award dari Persatuan Insinyur Indonesia ini bergabung pun, aspek SDM sudah digarap serius. Tepatnya sejak 1980, PAL mengirimkan karyawan level manajer menengah-atas ke pusat-pusat pendidikan teknologi kapal dunia yang cukup disegani dan banyak dijadikan panutan. Untuk kapal kargo, misalnya, Jepang dijadikan tempat berguru. Adapun kapal penumpang, Jerman menjadi negara tujuan belajar. Itu pun waktunya bukan 1-2 tahun, melainkan hingga 10 tahun lebih. Malah, pada 1990 program pendidikan dan on the job training diperluas dengan mengirimkan kepala bengkel dan pelaksana ke Jepang.

Harapan yang digantungkan, selain keahlian menjadi lebih baik, karyawan juga bisa menularkan virus positif berupa semangat kerja sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju. Agar harapan tidak terbang ke angkasa, PAL menyiapkan ruang dan suasana kondusif -- sebagaimana terjadi di Jepang dan Jerman – melalui 5 pilar. Pertama, pengoleksian, pengayaan dan distribusi kreativitas. "Ini penting, mengingat produk PAL tidak hanya membutuhkan keringat dan otak, melainkan juga kreativitas," tutur lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung serta peraih gelar MBA dari University of New York dan gelar doktor teknik mesin dari University of Texas.

Kedua, komunikasi. Adwin mengakui, sering terjadi, kinerja melemah karena kurang cermatnya koordinasi antarbagian atau antardivisi yang terlibat. Untuk meminimalisasinya, diterapkan sejumlah instrumen penyaluran pesan: Internet, intranet,  memo konvensional, dan sebagainya. “Yang penting, bagaimana cara menyampaikan pesannya. Kalau dilakukan dengan baik dan etis, tentu komunikasi berjalan lancar. Intinya, harus ada pengendalian diri di antara pihak yang sedang berkomunikasi.”

Ketiga, kedisiplinan. Roh disiplin harus menghinggapi semua lini organisasi agar produktivitas meningkat. Keempat, teamwork. Mengingat proses produksi bersifat kontinyu, kekompakan tim menjadi mutlak. Bila tidak, "Durasi pekerjaan (jadi) lebih lama dan produk tidak sesuai yang diharapkan," ujarnya. Kelima, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai hal ini, ia menandaskan, penerapannya banyak sekali, antara lain kegiatan outbond, pelatihan ESQ dan pertemuan rutin.

Kini, PAL sudah memetik hasilnya. Misalnya, seiring dengan tumbuhnya kesadaran atas keselamatan kerja, penggunaan helm pengaman jadi kebutuhan. "Dulu karyawan enggan sekali mengenakannya. Ada yang beralasan sumuk, repot, menambah beban, dan lain-lain," ujar Adwin mencontohkan salah satu perubahan positif di lingkungan kerjanya.

Selain kebersihan, hal-hal kecil dan sederhana yang merupakan bagian kedisiplinan, diakui Adwin, menjadi perhatiannya. Ini karena kedua hal itu dijadikan alat ukur penilaian kinerja karyawan secara keseluruhan. Alasannya, kalau tidak disiplin dan bersih, susah mengharapkan peningkatan produktivitas kerja.

Demikian pula di bidang teknologi informasi. Ketika TI ramai diperbincangkan orang, PAL juga tak mau ketinggalan. Pada 2001, software Tribone (desain dan manufaktur kapal) mulai diterapkan sehingga proses pembuatan kapal lebih efisien. Dulu, setelah kontrak ditandatangani, divisi produksi dan keuangan harus menunggu lebih dari dua bulan untuk memperoleh detail keperluan pendukung. Kini, divisi teknologi dan desain membutuhkan tak lebih dari sebulan guna menyelesaikan pekerjaan. Akan tetapi, dikatakan Adwin, "Tergantung pada jenis kapal yang dipesan.”

Tak hanya itu. TI juga dikendarai untuk memilih material bernilai besar. Menggunakan e-Auction melalui internet, siapa pun dan dari negara mana pun, dapat mengikuti lelang pengadaan material di BUMN ini. Dalam hal ini, tentu penawar terendahlah yang dipilih sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya patgulipat antara pemasok dan oknum karyawan di bagian pengadaan material.

Restrukturisasi ala PAL Indonesia -- kalau boleh disebut demikian -- ternyata tidak hanya berupaya mengubah budaya perusahaan menjadi lebih kondusif dan pekerjaan operasional lebih lancar, tetapi juga bersinggungan dengan tiga hal lain. Pertama, membenahi channel pasar. Kedua, memperbaiki struktur modal. Ketiga, merevaluasi aset.

Di jalur pemasaran, Adwin mengungkapkan, bagian pemasaran berperan aktif mencari order dan memperbanyak saluran penjualan. Namun, ia melanjutkan, informasinya tidak harus berasal dari orang pemasaran saja. "Semua karyawan diwajibkan jadi marketer sekaligus sales," katanya seraya mencontohkan, ketika PT Semen Padang membutuhkan power plant, informasi justru datang dari Kepala Biro Hukum.

Berbagai pembenahan itu kini makin memperlihatkan jejak PAL di industri perkapalan Indonesia. Buktinya, divisi kapal niaga yang memproduksi kapal dengan berat maksimal 50 ribu death weight tons dan berkapasitas 6 unit kapal/tahun, menurut Adwin, "Sudah full booking sampai 2008.” Adapun di lini produksi kapal perang, PAL juga mempunyai kemampuan produksi jika sewaktu-waktu pesanan datang.

Sebagai negara maritim, sejatinya potensi pasar domestik sangat besar. Namun, sejauh ini 80% pesanan datang dari mancanegara seperti Jepang, Jerman, Italia, Yunani dan Turki. Buntut dari pesanan yang mengalir, kinerja pun lumayan bagus. Pada 2003, PAL mampu mencetak omset Rp 734,9 miliar dan mengantongi laba bersih Rp 17,04 miliar. Tahun berikutnya (2004), omset turun 4,6% atau menjadi Rp 700,8 miliar. Namun, laba bersih yang dibukukan naik 4,7% menjadi Rp 17,8 miliar. Di tahun yang sama, perusahaan juga berhasil mengikat kontrak (khususnya dengan pasar ekspor) senilai Rp 1,6 triliun dengan rincian: produk kapal niaga US$ 139,6 juta; kapal cepat US$ 22,2 juta; general engineering US$ 8,05 juta; serta jasa pemeliharaan dan perbaikan kapal Rp 74 miliar.

Dibandingkan dengan BUMN lain, manajemen PAL terkesan lebih transparan dalam memaparkan kondisi keuangannya. Setidak-tidaknya, kesan itu dapat dilihat dari diterbitkannya Annual Report yang diaudit akuntan publik dan ditulis dalam dwi bahasa: Indonesia dan Inggris -- sebagaimana biasa dilakukan perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Jakarta – yang dapat diakses siapa pun. "Sebagai pemain internasional, Annual Report itu penting. Terutama untuk meyakinkan pasar. Bagaimana calon pembeli mau memberi order, kalau tidak terbuka?" tutur Adwin.

Dalam urusan perbaikan struktur modal, pada 2002 nilai aset PAL sebesar Rp 1,6 triliun dengan modal Rp 70 miliar. Menurut Adwin, kondisi ini membuat perusahaannya kurang bankable. Terlebih, di masa lalu perbankan tidak peduli pada industri galangan kapal karena dinilai tidak prospektif. PAL pun kemudian mendekati perbankan dengan memberi berbagai penjelasan seputar industri galangan kapal, termasuk risikonya dibandingkan dengan sektor lain. Hasilnya? "Untuk kredit modal kerja berjangka pendek, kami memperoleh respons positif dari Bank Ekspor Indonesia, BNI, Bank Mandiri dan Bank Bukopin," ungkapnya sumringah.

Sementara itu, dalam urusan merevaluasi aset, PAL fokus pada bisnis intinya saja sehingga divisi-divisi yang tak terkait langsung seperti pendidikan & latihan, kendaraan antar-jemput karyawan serta jasa kebersihan, dengan sendirinya ditiadakan. Pekerjaan-pekerjaan itu selanjutnya diserahkan kepada pihak lain dengan cara alih daya. Perusahaan yang berbasis di Surabaya dan berdiri pada 1980 dengan status BUMN ini berharap tidak lagi direpotkan dengan segala tetek- bengek di luar bisnis intinya. "Lagi pula, lebih efisien bila dikerjakan pihak lain," ujar Adwin tandas.

Menyoroti perubahan yang dilakukan Adwin, pengamat manajemen sekaligus dosen Universitas Surabaya Bambang Irawan mengakui, PAL sekarang lebih baik kondisinya daripada beberapa tahun lalu. "Saya memperhatikan, perubahan pertama yang tampak mencolok terjadi pada awal 2000. Ketika itu, Adwin melihat di dalam tubuh PAL berkembang kerajaan-kerajaan kecil yang telah bercokol lama di masing-masing divisi (kapal perang, rekayasa umum, serta perbaikan dan pemeliharaan)," ujarnya. "Untuk menghapus kerajaan-kerajaan kecil yang berurat akar itu, setahu saya Adwin memilih strategi memutus asal-muasal pemimpin di masing-masing divisi," kata Bambang. Caranya?

Konsultan supply chain management ini kemudian menjelaskan dengan memberi contoh yang terjadi di divisi kapal perang. Sebelumnya, pemimpin divisi diharuskan orang yang berkarier lama di divisi tersebut. Namun, sejak 2000 keharusan itu dihapus; pihak PAL mencampur orang-orang di satu divisi. "Kepala divisi kapal perang, misalnya, memang diambil dari divisi yang sama. Tetapi, wakilnya tidak. Ia bisa dari divisi niaga atau lainnya. Begitu pula divisi lain, orangnya dicampur baur," ujar Bambang menjelaskan.

Langkah yang tak umum dilakukan di lingkungan BUMN ini sudah pasti menimbulkan polemik. Sebab, kalau biasanya seorang wakil kepala divisi setelah mengabdi selama sekian tahun otomatis menjadi kepala, sejak 2000 tidak lagi demikian. Mereka harus rela diaudit kembali berdasarkan kompetensinya. "Jadi,” kata Bambang, “bukan lagi dilihat dari senioritasnya."

Tanpa disadari Adwin, beberapa karyawan yang harapannya terbendung menyimpan amunisi yang siap diledakkan. Terbukti, di penghujung 2001 amunisi itu diletuskan. "Waktu itu koran-koran Surabaya menulis tingkah polah beberapa karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja PAL, yang mengadu ke DPRD Surabaya dengan membawa isu kesejahteraan karyawan dan pergeseran jabatan akibat perubahan sistem manajemen. Karena tidak ada titik temu, persoalan kemudian dibawa ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat. Manajemen kemudian memutuskan menghentikan karyawan dengan tidak hormat. Alasannya, mereka dinilai meninggalkan pekerjaan tanpa izin atasan," tutur Bambang panjang lebar.

Sebagai konsultan, ia sepakat dengan pilihan Adwin saat itu. Mengapa? "Karyawan yang tidak bisa diajak berubah ke arah yang lebih baik, bila dibiarkan hidup di organisasi, tak ubahnya seperti virus. Dia akan meracuni karyawan lain yang bersih," tuturnya lugas. Jadi, lanjutnya, bila berhadapan dengan situasi demikian, "Lebih baik kasih mereka golden handshake, daripada jadi virus di perusahaan.” Komitmen membersihkan karyawannya yang mbalelo, dibuktikan Adwin, sehingga dalam kurun 8 tahun jumlah karyawan menurun hingga 50% lebih. Bila pada 1998 total karyawan 6 ribu orang, sekarang hanya 2.600 orang. "Ini bentuk konkret Adwin menjaga agar SDM PAL tetap bernilai," ujar Bambang memihak. Apalagi, ia juga memperhatikan, dalam kurun bersamaan, omset dan keuntungan yang diraih juga terus meningkat.

Diakui Bambang, saat ini karyawan PAL dalam kondisi prima. Walau demikian, harus diingat, "Mereka adalah karyawan global, yang sudah tahu praktik-praktik kerja di industri yang sama di negara lain. Mereka tentunya memahami salary dan benefit yang diperoleh di negara lain untuk posisi yang sama. Itu berarti, mereka mempunyai peluang 'lari', jika mereka pikir salary tidak sepadan," katanya mengingatkan.

Ia menilai, bila hal tersebut tidak diantisipasi sejak sekarang, akan menjadi ancaman serius di masa mendatang. "Saya menyarankan, selain berusaha menyesuaikan salary dan benefit -- seperti asuransi, dan allowance -- yang tak kalah penting adalah memainkan peranti relational benefit," ujar Bambang mengusulkan. Caranya, bisa ditempuh dengan memupuk kebanggaan terhadap perusahaan, yang tak semata-mata dinilai dengan uang. Dengan kebanggaan yang tinggi, ia memastikan karyawan tidak akan hengkang kendati ditawari gaji dan benefit yang lebih tinggi di perusahaan lain.

Bambang berpendapat, setidak-tidaknya ada dua cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan relational benefit karyawan. Pertama, menumbuhkan glory. "Manajemen perlu meng-create sesuatu agar nama PAL Indonesia terkesan besar dan membanggakan. Misalnya, jika Hyundai mampu membuat kapal terbesar di dunia, barangkali PAL bisa memperbaiki kapal perang besar di dunia yang tidak dapat diperbaiki negara mana pun. Saya kira ini sangat mungkin dilakukan, mengingat SDM perkapalan kita cukup berpengalaman dan disegani negara lain," tuturnya yakin.

Kedua, menciptakan tantangan-tantangan baru agar semangat karyawan tidak padam. Di luar itu, Bambang memandang, kaderisasi kepemimpinan juga signifikan. "Sekarang, Adwin tak ubahnya seperti roh bagi PAL," ungkapnya serius. Bila suatu saat ia digantikan, bukan tak mungkin hilang pula semangat perubahan yang selama ini menjadi budaya perusahaan. Masih ingat bagaimana Bank Niaga, yang ditengarai kehilangan jiwa ketika Robby Djohan mengabdikan tenaga dan pikirannya di tempat lain? Nah, hal seperti itu pulalah yang dikhawatirkan Bambang terjadi di PAL.

Bila kekhawatiran Bambang ini benar, Adwin memang harus sanggup membuat sistem kaderisasi yang baik. Persoalannya, perusahaan yang tengah menanjak setelah melakukan serangkaian perubahan, mudah terkena efek yoyo: bergerak naik turun, yang terkadang dipengaruhi faktor pemimpin dan kepemimpinannya. Sementara mengerjakan pesanan-pesanan kapal, inilah salah satu pekerjaan rumah buat Adwin. PR buat pemerintah: PAL adalah aset yang mesti terus didorong kinerjanya. Bukan objek untuk direcoki kepentingan tak semestinya, yang ditengarai banyak terjadi di tempat lain. ***





Rekapitulasi Pekerjaan propulsi untuk tiap kapal 2009

PRODUKTIFITAS PEKERJAAN PROPULSI TH.2009

Terlihat bahwa efisiensi man-hour cukup baik. Produktifitas tertinggi di pekerjaan kemudi terutama karena jarang ditemui hal-hal yang di luar dugaan. Produktifitas pada pekerjaan as propeller lebih rendah karena keterbatasan alat dan sdm.

Kamis, 07 Oktober 2010

BALANCE SCORECARD : PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN

BALANCE  SCORECARD

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN

(LEARNING AND GROWTH PERSPECTIVE )
Oleh :
Nanang Sasongko,
Fak.Ekonomi – Universitas Jenderal Achmad Yani


1. PENDAHULUAN.
         Pengukuran kinerja suatu perusahaan adalah sangat penting bagi manjer, guna evaluasi dan perencanaan masa depan. Beberapa jenis informasi yang digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa pekerjaan yang dilakukan telah dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan demikian dalam masa proses pertumbuhan perusahaan selalu diukur kinerjanya melalui : Informasi formal dan nonformal, Informasi pengendalian tugas, Laporan anggaran dan laporan non finansial , Laporan pengunaan dan pengendalian biaya,  Laporan kinerja pegawai dan sebagainya.
Manajer dalam menjalankan tugas sehari-hari akan menggunakan orang lain dalam operasi perusahaan , Orang lain tersebut dalam hal ini pegawai harus diukur kinerja dari pegawai tersebut,menurut Anthony, (1997)  pengukuran tersebut meliputi :
-          Proses pemilihan pegawai
-          Meyakinkan bahwa pegawai telah dilatih dengan cukup
-          Memutuskan dan menempatan pegawai yang sesuai delam organisasi
-          Memberi wewenang dan tanggung jawab
-          Disiplin, memberi nasihat , dan saran
-          Meyakinkan bahwa lingkungan kerja yang memuaskan
-          Membantu memecehkan masalah
-          Menyetujui tindakan yang diusulkan , diambil dan yang tidak boleh diambil Pegawai
-          Berinteraksi dengan manajer lain
-          Kerjasama dalam rangka memecahkan masalah yang menghambat pekerjaan pusat pertanggungjawaban
-          Berusaha menciptakan iklim yang mendorong pekerjaan untuk berkerja secara efektif dan efisien.
Dengan demikian  megukur kinerja tidak hanya informasi finansial tetapi juga informasi nonfinansial, seperti masalah  kinerja pegawai  yang dihubungkan denga prestasi produksi.

2.   INFORMASI DAN PENGENDALIAN TUGAS
           Informasi yang banyak digunakan manajer adalah informasi formal, namun kenyataanya informasi nonformal  berupa hasil pembicaraan langsung, pengamatan, dan lain-lain ternyata lebih penting dari informasi formal, sekalipun informasi ini sulit untuk di jelaskan dan dikategorikan.
Informasi  formal yang mengalir sehari-hari adalah informasi dalam rangka pengendalian tugas , misalnya pada siklus produksi dan biaya, pada kegiatan ini mengalir informasi yang digunakan untuk proses produksi yang mengarah kepada efektifitas dan efisiensiensi  , kontrol terhadap setiap bagian, mulai dari perencanaan material (matrial requirement planning) , pengawasan proses produksi,  hingga distribusi produk jadi dengan mengarah kepada konsep zero inventory  dan tepat waktu (just in time).
Informasi lainnya , yaitu berupa data dari hasil analisis pekerjaan  Akuntansi Manajenen.

Atkinson (1997), menyatakan bahwa tujuan dari informasi akuntansi manajemen adalah :
-          Pengendalian operasi (Operation control)
-          Pembiayaan produksi dan langganan ( Product and customer costing )
-          Pengukuran kinerja perusahaan ( Organizational performance measurement)
Pada pengukuran kinerja perusahaan , informasi ini digunakan guna mengembangkan pengukuran kinerja secara konsisten dari unit organisasi desentralisasi, sesuai dengan strategi dalam rangka mendukung dan memfasilitasi koordinasi dengan unit bisnis lainnya
            Dalam aspek penggunaaan tenaga kerja , siklus informasi  ini juga menggandung mekanisme pengendalian terhadap beban tenaga kerja : mulai dari rekruitmen , penetapan  standar tarif tenaga kerja, standar produk yang dihasilkan, serta bentuk kompensasi  untuk mendorong produkstifitas pegawai guna menghasilkan produk diatas standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu .    
           Kaitannya dengan pengukuran dan produktivitas,   Pemberdayaan pegawai ( Employee empowerment), sangat diperlukan karena, manjemen memberikan kedekatan antara pegawai dengan proses operasi, langanan dan supplier untuk membuat keputusan . Pegawai diberikan wewenang untuk memecahkan masalah dan diberikan fasilitas untuk pengembangan dan pendekatan baru  yang kreatif, dalam rangka kinerja pekerjaan dan kepuasan pelanggan (satisfying customers
           Pemberdayaan pegawai, mempunyai peranan besar dalam  informasi finansial dalam hal ini informasi finansial dapat menghasilkan hal-hal berikut (Atkinson,1997):
-          Mengindentifikasi kemungkinan pengurangan biaya
-          Menentukan prioritas proyek yang akan dikembangkan
-          Menentukan pertukaran diantara  alternatif dari cara-cara untuk mengembangkan operasi
-          Mengevaluasi usulan investasi untuk meningkatkan operasi
-          Menjangkau operasi  dari konsekuensi pengembangan aktivitas
Dengan demikian pegawai mempunyai peran yang besar dalam operasi perusahaan melalui informasi yang dihasilkan.


2.1.  ANGGARAN SEBAGAI  ALAT   PENGENDALIAN
        Perencanaan finansial  melalui penyusunan anggaran untuk mengendalikan biaya pada pusat pertangungjawaban dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tugas manajer diantaranya adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, oleh karenan itu revisi terhadap anggaran yang telah disusun tidak dikehendaki, manakala rencana anggaran  menyimpang dari kegiatan yang direncanakan.  Walau demikian  revisi anggaran dapat dibenarkan.
Menyimpang atau tidaknya suatu kegiatan, dapat langsung nampak tercermin  dalam realisasi anggaran , perubahan anggaran  merupakan peringatan dini ( early warning ) terhadap manajemen  dalam rangka melaksanakan tugasnya. 
Melalui makanisme perubahan nilai anggaran ini dapat dianalisis penyebab perubahan tersebut, apakah berubah karena kapasitas ( capacity variance) atau perubahan anggaran itu sendiri ( budget variance ) , dalam hal ini perubahan tidak selalu merugikan, adakalanya menguntungkan.
 
2.2.  INFORMASI  NON FINANSIAL SEBAGAI  PENGUKURAN  KINERJA
           Informasi nonfinansial merupakan salah satu faktor kunci untuk  menentapkan strategi yang dipilih guna pelaksanaan tujuan yang telah ditetapkan , hal ini dapat dihubungkan dengan informasi finansial dalam merancang sistem pengukuran kinerja. Informasi ini hanya untuk meningkatkan pelaksanaan operasi perusahaan dan kinerja organisasi agar lebih berhasil. Sistem penggabungan infromasi finansial dan nonfinansial  ini telah dilaksanakan dan diterapkan di perusahaan-perusahaan di Amerika sekitar 64 % .
             Kecenderungan menggunakan informasi nonfinansial meningkat untuk penggunaan pada tingkat yang lebih rendah dan sebaliknya informasi finansial  digunakan untuk kontrol oleh manajemen yang lebih tinggi.
Melalui sistem pengukuran kinerja, merupakan gabungan pengukuran finansial dan nonfinansial digunakan untuk  berbagai tingkatan manajemen . Dengan demikian manjemen tingkat atas  tidak saja menggunakan informasi finansial tetapi juga nonfinansial, demikian juga  manajemen tingkat bawah , harus mengerti informasi finansial untuk pelaksanaan keputusan mereka.
Berikut ini contoh dari informasi  nonfinansial yang mengukur kualitas pekerjaan dan evaluasi kinerja ( Warren  & Reeve ,1997) yaitu :
-          Inventory turn over (82 %)
-          On time delivery ( 41 %)
-          Elapse time between a customer order and productivity  delivery ( 35 %)
-          Customer preference rankings compare to competitor
-          Response time to a service sell
-          Time to develop new products
-          Employee satisfaction
-          Number of customer  complaints
       Informasi-informasi ini, finansial dan nonfinansial, disajikan sedemikain rupa sehingga merupakan suatu “set seri informasi” atau suatu “panel informasi” yang lebih banyak memberikan  alternatif informasi yang relevan bagi manjemen dalam melaksanakan tugasnya. 

2.3.    PERANAN  INFORMASI  NONFINANSIAL
           Informasi nonfinasial menjadi sesuatu yang penting, untuk menghasilkan infromasi kinerja perusahaan . Pedayagunaan pegawai  tidak hanya difokuskan  kepada pengurangan biaya tenaga kerja, tetapi juga kepada bagaimana meningkatkan kualitas, mengurangi siklus waktu produksi,   dan kebutuhan pemuasan pelanggan . Untuk  kegiatan ini , Pegawai membutuhkan data untuk kinerja mereka , misalnya ; produk rusak,  pengerjaan kembali produk cacat,  sisa bahan, pengiriman tepat waktu,  waktu pelayanan langganan, dan produk yang dikembalikan oleh konsumen.
Jika ingin mendorong pegawai ,manager, dan eksekutif melakukan pekerjaan yang efektif, maka harus disupply dengan  data yang terus menerus. Manajer harus mendorong agar pegawai berkerja dengan efektif untuk dapat bersaing di pasar global.
Kaitannya dengan mutu pegawai Atkinson (1997) menyebutkan siklus kualitas ( the cycle of quality ) untuk mendorong proses kinerja , yaitu :
1.      Indentifikai masalah ( indentifying the problem)
2.      Memantau masalah untuk tetap pada kondisi sesungguhnya (monitoring the problem to asses its severity )     
3.      Analisis masalah untuk menemukan  kasusnya (analyzing the problem to find its causes )
4.      Mengoreksi masalah ( correcting the problem )

Berikut ini gambaran  tentang informasi nonfinansial  tentang siklus waktu , kualitas, keamanan dan budaya manajemen yang sangat berpengaruh terhadap  evaluasi dan diarahkan kepada siklus kualitas. Contoh dari LSI Logic, perusahaan semiconduktor di Amerika,dikutip dari buku Management Accounting, Atkinson ( 1997, h 27) :
-          Cycle time                  42 %
-          Cost                            22 %
-          Standard                     19 %
-          Quality/ Reliability      9 %
-          Safety / Environment   5 %
-          Management culture     3 %

Prosentase tersebut menggambarkan tingkatan proporsi dari siklus kualitas  yang tergantung dari area jenis bisnis.

   3.  BALANCE SCORECARD

        Pendekatan sistem pengukuran kinerja diperusahaan disebut Balance Scorecard, berikut ini dikutip beberapa pengertian tentang Balance Scorecard :
Atkinson, Banker, Kaplan and Young(1997) dalam buku Management Accounting,:
Yaitu :” Suatu set dari  target dan hasil kinerja  yang digunakan sebagai pendekatan untuk         mengukur kinerja  yang diarahkan kepada gabungan faktor kritis dari tujuan organisasi.”
Anthony and Govindarajan (1997) dalam buku Management Control System :
Yaitu : “ Suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan , meningkatkan komunikasi antar tingkatan manjemen, menentukan tujuan organisasi  dan memberikan umpan balik yang terus-menerus guna keputusan yang strategis .”
Dari uraian diatas maka, ciri-ciri sistem balance score card, mengandung unsur-unsur sebagai  berikut :
1.      Merupakan suatu aspek dari strategi perusahaan.
2.      Menetapkan ukuran kinerja melalui mekanisme komunikasi antar tingkatan manajemen
3.      Mengevaluasi hasil kinerja secara terus menerus  guna perbaikan pengukuran kinerja pada kesempatan selanjutnya.
Setiap ukuran dalam balance scorecard menyajikan suatu aspek dari strategi perusahaan, karena dengan sistem ini manajemen dapat menggunakannya untuk berbagai  alternatif pengukuran  terhadap hal-hal berikut :
1.      Faktor-faktor kritis yang menentukan keberhasilan strategi perusahaan
2.      Menunjukan hubungan individu / sub bisnis unit  dengan yang dihasilkannya, sebagai akibat dari penetapan pengukuran yang telah dikomunikasikannya.
3.      Menunjukan    bagaimana  pengukuran nonfinansial mempengaruhi finansial jangka panjang.
4.      Memberikan gambaran luas tentang perusahaan yang sedang berjalan.
Balance scorecard  mencoba untuk menciptakan suatu gabungan  pengukuran strategis, pengukuran finansial dan nonfinansial serta pengukuran ekstern dan intern
Pengukuran perusahaan dapat dipandang  menjadi 4 kategori Perspektif ( Kaplan , 1996), yaitu : Perspektif finansial, Perspektif Langganan, Perspektif internal bisnis, serta Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan. Ke empat perspektif ini saling berhubungan dalam sebab akibat, sebagai cara untuk menterjemahkan strategi kedalam tindakan.
Berikut ini tahapan pelaksanaan balance scorecard (Anthony, 1997) sebagai berikut :
1.      Mendefinisikan strategi
2.      Mendefinisikan pengukuran
3.      Mengintegrasikan pengukuran kedalam sistem manajemen
4.      Meninjau ukuran yang ditetapkan dan hasilnya, dengan cara terus menerus.
Mendefinisikan strategi ;  Balance scorecard membangun hubungan antara strategi dan tindakan opersional,. Untuk memulai operasional  perlu organisasi mendefinisikan balance scorecard sesuai dengan mendefinisikan strategi organisasi, secara eksplisit pada tahap ini bahwa sasaran organisasi telah dikembangkan.
Hubungan sebab-akibat diantar ukuran-ukuran adalah sebagai berikut (Anthony,1997):


 

   PERSPEKTIF                                                 UKURAN
 -  Perpektif innoveasi & pembelajaran              - Keahlian manufaktur
 -  Perspektif bisnis intern                                  - Siklus order
 -  Perpektif pelanggan                                       - Survey kepuasan pelanggan
 -  Perspektif finansial                                        - Pertambahan pendapatan dari  
                                                                              penjualan

Mendefinisikan pengukuran ; 
-          Menentukan pengukuran individual yang  mendukung strategi perusahaan.
-           Mengintegrasikan pengukuran dalam sistem manajemen;  mengintegrasikan balance scorecard dengan struktur formal nonformal, 
-          Budaya kerja, praktik yang ada  dan sumber daya manusia.
Meninjau ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten oleh manajer : ketika balance scorecard sedang berjalan, dan  mengevaluasinya dengan cara melalui pertanyaan antara lain  sebagai berikut :
-          Bagaimana  organisasi berjalan , menurut pengukuran ?
-          Bagaiman startegi organisasi berubah sejak awal hingga akhir ?
-          Bagaiman memelihara pengukuran terhadap strategi yang berubah-ubah ?
-          Bagaimana organisasi meningkatkan/ memperbaiki pegukuran.
Berikut ini yang dapat membatasi kegunaan Balance scorecard :
-          Hubungan yang kurang baik antara hasil yang terjadi  dengan pengukuran nonfinansial yang telah ditetapkan
-          Laporan yang tidak fleksibel atas hasil finansial
-          Tidak adanya mekanisme untuk usaha kemajuan./ peningkatan
-          Pengukuran yang tidak diperbaharui
-          Beban pengukuran yang berlebihan
-          Kesulitan dalam menentukan  pertukaran pekerjaan (trade – off)

3.1.    PRAKTIK PENGUKURAN
          Kajian yang dilakukan Linge dan Schimann (1996), terhadap perusahaan tentang pengukuran perusahaan, menyatakan bahwa 76 % meliputi pengukuran finansial, pelaksanaan dan kepuasan pelanggan., sedangkan sisanya 23 % merupakan pengukuran innovasi dan perubahan manajemen.
Pengukuran kinerja finansial masih dianggap yang paling, hal ini  dapat mendorong innovasi dan perubahan, akan  terkait dengan kompensasi penting, sebesar 25 %.
Tetapi kepuasan pelanggan merupakan prioritas , sebesar 79 %, dan perusahaan memberi respon yang serius dan mengangap informasi ini sangat berharga.   
Simon (1996) , Memberikan istilah Pengendalian interaktif ( Interactive control) yang mendifinisaikan terlebih dahulu faktor kritis yang menjadi fokus untuk perencanaan dan pelaksanaan pengendalian, hasil akhir yang dipilih adalah yang paling baik  dalam menghadapi perubahan lingkungan yang sangat cepat, informasi ini juga menyediakan landasan berfikir untuk strategi baru.
Dalam lingkungan dinamis yang cepat berubah menyebabkan mendorong terciptanya “ organisasi pembelajaran “ (learning organization)  . Dengan organisasi pembelajaran  perusahaan dapat memacu kapasitas kepada pegawai , untuk mempelajari dan menanggulangi perubahan dalam lingkungan yang terus menerus.
Suatu organisasi pembelajaran yang efektif  adalah organisasi dimana pegawai pada semua tingkatan organisasi secara terus menerus mengamati perubahan lingkungan. Mengindentifikasi masalah-masalah yang potensial dan peluang-peluang, saling bertukar informasi, dan melakukan percobaan model bisnis agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang muncul.
Faktor-faktor kritis dalam pengendalian adalah penting dalam perencanaan pengendalian , ketidakpastian strategi  pengendalian menunutut suatu  “set seri informasi”pengendalian yang secara interaktif  dalam pengembangan strategi baru.
Ketidak  pastian startegi pengendalian, mengacu kepada perubahan lingkungan , misalnya preferensi pelanggan, teknologi, pesaing, gaya hidup, produk substitusi dan sebaginya.
Hal ni secara potensial akan menggangu tatakerja/sistem suatu organisasi,
Pengendalian interaktif  mengisyaratakan manajemen akan ketidakpastian srategi pengendalian.  

4. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN
Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perusahaan melihat 3 faktor utama, yaitu Orang, Sistem, dan Prosedur organisasi yang berperan dalam pertumbuhan jangka panjang perusahaan.  Hasil pengukuran ke 3 perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan ini perusahaan  harus melakukan investasi kedalam 3 faktor tersebut untuk menjamin tercapainya tujuan perusahaan  jangka panjang.
Balance Scorecard mengembangkan tujuan dan ukuran untuk mendorong pembelajaran dan pertumbuhan organisasi.  Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif keuangan, pelanggan dan proses bisnis intern mengidentifikasikan dimana organisasi harus unggul untuk mencapai kinerja yang handal.  Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menyediakan infrastruktur untuk mencapai tujuan dari ke 3 perspektif Balance Scorecard  lainnya, dan merupakan pendorong untuk mencapai hasil yang baik sekaligus mendorong perusahaan menjadi Learning Organization dan memicu  pertumbuhannya. 
Balance Scorecard tidak hanya menekankan investasi untuk perlengkapan baru atau penelitian dan pengembangan produk baru saja tetapi organisasi harus melakukan investasi di dalam infrastruktur perusahaan itu sendiri yang terdiri dari orang, sistem dan prosedur
Umumnya organisasi perusahaan di lapangan menunjukkan adanya suatu kecenderungan untuk mengaplikasikan struktur organisasi desentralisasi berikut jenis kepemimpinannya dan ini akan berlanjut terus di kemudian hari.  Sistem desentralisasi ini dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia menurut para pelaku ekonom dapat diarahkan untuk meningkatkan efektifitas dan keunggulan kompetitif bagi perusahaan, meskipun manajemen akan menghadapi kesulitan dalam menghadapi visi strateginya dan mengeleminir conflik of interest yang mengarah pada keselarasan tujuan (gool congruence).
Menurut pendapat Kaplan dan Norton (1996)  dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan  ada tiga faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
·         Kemampuan pekerja ( Employee capabilities )
·         Kemampuan sistem informasi ( Information system capabilities )
·         Motivasi, Pemberdayaan dan Penyetaraan ( Motivation, empowerment, and alignment )
Konsep hubungan sebab-akibat memegang peranan yang sangat penting dalam Balance Scorecard, terutama dalam penjabaran tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif. Unsur sebab-akibat tersebut akan berkaitan antara keempat perspektif yang telah disebutkan sebelumnya. Misalnya pertama-tama ditetapkan tujuan perspektif keuangan, yaitu Return On Capital Employed (ROCE). Pemicu kinerja tersebut adalah tingkat penjualan yang tinggi pada pelanggan, yang merupakan hasil dar loyalitas pelanggan. Sehingga loyalitas pelanggan akan dimasukkan dalam Balance Scorecard yaitu dalam kategori perspektif pelanggan karena dianggap mempunyai pengaruh kuat terhadap besarnya ROCE. Dengan analisa preferensi pelanggan disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan dapat diperoleh melalui pengiriman tepat waktu. Sehingga perbaikan dalam hal pengiriman tepat waktu, akan menambah loyalitas pelanggan yang akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan. Loyalitas pelanggan dan pengiriman tepat waktu akan dimasukkan dalam perspektif pelanggan. Selanjutnya harus dilihat proses bisnis internal apakah yang perlu dilakukan sebaik mungkin oleh perusahaan apabila ingin memperoleh pengiriman tepat waktu. Faktor waktu siklus produksi yang singkat dan kualitas proses internal yang tinggi merupakan faktor-faktor yang akan dimasukkan dalam proses bisnis internal Balance Scorecard karena dianggap merupakan faktor yang menentukan pengiriman yang tepat waktu. Dan akhirnya, penurunan waktu siklus produksi dan proses internal yang berkwalitas tinggi dapat diperoleh dengan melatih dan meningkatkan kemampuan pegawai operasional, sehingga faktor pelatihan dan peningkatan kemampuan pegawai akan dimasukkan dalam perspetif proses Pembelajaran dan pertumbuhan dalam Balance Scorecard. Dengan demikian, suatu unit usaha perusahaan, dan setiap pengukuran dalam Balance Scorecard harus merupakan elemen dari rantai hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab- akibat dari keempat perspektif dalam Balance Scorecard diperlihatkan dalam gambar berikut


Perspektif                                        Pengukuran Kinerja


 

Keuangan                                           Tingkat pengembalian
Investas ( ROI )


 


Pelanggan                                           Loyalitas Pelanggan


 

                                                         Pengiriman tepat waktu







 

Proses          Peningkatan Kualitas                                      Penurunan Waktu
Internal                                                                                      produksi
Bisnis
Pembelajaran                                      Keahlian Pekerja
Dan Perumbuhan

Gambar 1 : Hubungan keempat perspektif dalam Balance Scorecard

Balance Scorecard yang baik juga harus mencerminkan bauran antara pengukuran hasil yang diperoleh dan pengukuran terhadap pemicu kinerja. Pengukuran atas hasil yang diperoleh tidak menunjukkan bagaimana hasil tersebut diperoleh dan tidak memberikan indikasi awal apakah strategi perusahaan dilaksanakan dengan sukses atau tidak. Sebaliknya, pengukuran atas pemicu kinerja, misalnya waktu siklus produksi atau tingkat kerusakan dalam produksi, hanya memberikan informasi apakah perusahaan dapat mencapai perbaikan operasional jangka pendek, tetapi tidak mengungkapkan apakah perbaikan operasional tersebut berdampak pada peningkatan usaha maupun kinerja keuangan.
 Idealnya suatu organisasi tidak hanya mempertahankan kinerja relatif yang ada, tapi memperbaiki secara terus menerus. Perbaikan secara terus menerus hanya dapat dicapai apabila perusahaan melibatkan mereka yang langsung terkait dalam proses bisnis internal. Berikut ini gambar dari rerangka pengukuran tersebut:

Core Measurement
                                                      Result







 

         Employee                                                              Employee
         Retention                                                               Productivity







 

            
                                               Employee
                                               Satifaction                                


 


Enablers









 

        Staff                            Technology               Climate for
       Competencies               Infrastructure            Action

  
 Gambar 2 : Rerangka pengukuran Pembelajaran dan pertumbuhan

 5.  KEMAMPUAN PEGAWAI


Salah satu perubahan yang dramatis di dalam pemikiran manajemen selama 15 tahun terakhir adalah peralihan di dalam peran pegawai organisasi. Sesungguhnya, tidak ada yang menjelaskan lebih baik transformasi revolusioner dari pemikiran zaman industri ke pemikiran zaman informasi daripada filsafat manajemen baru tentang bagaimana sumbangan pegawai kepada organisasi mereka. Munculnya perusahaan industri raksasa 1 abad lalu dan pengaruh gerakan manajemen ilmiah meninggalkan warisan dimana perusahaan-perusahaan menyewa pegawai untuk melakukan pekerjaan yang ditentukan dengan baik dan yang didefinisikan secara sempit. Kaum elit organisasi para perekayasa dan manajer industri menetapkan secara rinci tugas pekerja individual yang rutin dan mengulang, dan menentukan standar serta sistem pemantauan untuk menjamin bahwa para pekerja melakukan tugas-tugas tersebut sebagaimana direncanakan. Para pekerja disewa untuk melakukan pekerjaan fisik, bukan untuk berfikir.
Kini hampir semua pekerjaan rutin dilakukan secara otomatis. Operasional Perusahaan Industri yang dikendalikan komputer telah menggantikan para pekerja untuk pekerjaan mesin yang rutin, pemerosesan, dan operasi perakitan,  dan Perusahaan Jasa semakin memberi kepada pelanggan mereka akses langsung kepada pemerosesan transaksi melalui sistem informasi dan komunikasi lanjutan.  Selain itu, melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang, pada tingkat efisiensi dan produktifitas yang sama, tidak lagi cukup untuk keberhasilan organisasi.  Bagi organisasi hanya untuk memelihara kinerja relatifnya yang telah ada, ia harus maju secara kontinyu.  Bila ingin tumbuh melebihi kinerja finansial dan pelanggan sekarang ini, dengan mematuhi prosedur operasi standar yang ditetapkan elit organisasi tidaklah cukup.  Ide-ide untuk meningkatkan proses dan kinerja bagi para pelanggan semakin banyak harus datang dari para pekerja front-line (lini depan) yang paling dekat dengan proses intern dan pelanggan organisasi.  Standar tentang bagaimana proses intern dan respons pelanggan dilakukan di masa lalu menyediakan garis dasar darimana peningkatkan harus dilakukan secara kontinyu.  Mereka tidak bisa merupakan standar untuk kinerja sekarang dan yang akan datang.



Peralihan ini menuntut reskilling para pegawai sehingga pikiran dan kemampuan kreatif mereka dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan oganisasi. Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa tenaga kerja pada perusahaan dewasa ini lebih dituntut untuk dapat berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan untuk dapat memberikan usulan perbaikan. Oleh sebab itu, dalam pengukuran strategi perusahaan, salah satunya harus berkaitan secara spesifik dengan kemampuan pegawai, yaitu apakah perusahaan telah mencanangkan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki.
Untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan oleh pekerja, ada 3 pengukuran atas pekerja yang disebut pengukuran pekerja inti (Core Employee Measurement), yaitu :
1.      Kepuasaan pegawai (Employee Satisfaction).
2.       Kesetiaan/ Penahanan pegawai (Employee Retention).
3.       Produktivitas pegawai (Employee Produktivity).
Di dalam pengukuran ini, kepuasaan pegawai (Employee Satisfaction) hanya dianggap pendorong dari  employee retention and employee produktivity.  Artinya apabila employee satisfaction sudah terpenuhi, maka employee retention dan employee produktivitynya akan meningkat.
Budi W. Soetjipto(1997) dalam tulisannya menyebutkan bahwa tolok ukur dari kemampuan pegawai adalah tingkat kepuasan kerja para pegawai, tingkat perputaran para pegawai ( labor turn over ) , besarnya pendapatan perusahaan per pegawai , nilai tambah per pegawai, tingkat pengembalian balas jasa ( return on compensation ).  

5.1. MENGUKUR KEPUASAN PEGAWAI
Pelaku ekonomi dalam perusahaan apapun mengakui bahwa  moral pegawai dan kepuasan kerja menyeluruh sekarang dianggap sangat penting  dalam suatu organisasi. Para pegawai yang merasa puas   merupakan suatu prasyarat untuk meningkatkan produktifitas, tanggung jawab, kwalitas, dan pelayanan    pelanggan  ( customer service ). Beberapa ahli menemukan bahwa di dalam proses pelaksanaan Scorecard nya  terbukti adanya realita , dimana  para pegawai yang mencapai score tertinggi didalam survey survey kepuasan cenderung untuk memiliki pelanggan yang paling merasa puas. Jadi, agar perusahaan mencapai tingkat kepuasan yang tinggi, mereka mungkin harus memiliki pelanggan yang dilayani oleh pegawai yang merasa puas.
Disamping kepuasan pegawai, moral pegawai pun sangat penting terutama untuk bisnis jasa, dimana seringkali pegawai yang bayarannya paling rendah dan yang memiliki keahlian yang paling sedikit berinteraksi langsung dengan para pelanggan.
Tuntutan organisasi masa depan mengarah kepada kepuasan pelanggan ( customer Satisfaction ), sehingga organisasi harus selalu beradaptasi dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Agar kepuasan pelanggan tercapai tersebut , maka kepuasan pegawai adalah sangat penting dan mendasar. Yang menjadi masalah adalah apa yang menjadi motivasi manusia di dalam menjalankan pekerjaannya dan kebutuhan-kebutuhan apa yang ingin dipuaskan oleh para Pegawai di dalam menjalankan pekerjaannya.
            Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mempelajari terlebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan manusia.  Dengan mengetahui kebutuhannya barulah kita bisa memberikan alat yang dapat digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut.  Seringkali kita berfikir bahwa apabila seorang pegawai sudah kita perhatiakan  gaji yang cukup maka ia akan puas dengan pekerjaannya.  Anggapan ini terlalu disederhanakan.  Kita hanya menganggap ia sebagai “Economic- man model”.  Seseorang yang sudah puas apabila kebutuhan ekonominya sudah terpenuhi.  Anggapan semacam ini tentu saja tidak tepat.  Berapa banyak orang yang mengeluh di dalam pekerjaannya meskipun mereka mendapatkan gaji jutaan. rupiah ? Meskipun mereka sudah mendapatkan berbagai fasilitas, mereka masih mersa tidak puas dengan pekerjaannya.  Berapa banyak diantara para pegawai yang puas, seandainya ditanya : Puaskah Saudara dengan pekerjaannya Saudara ? Untuk bisa menciptakan suasana yang dapat memuaskan pegawai di dalam menjalankan pekerjaan inilah yang menjadi tugas setiap manajer, dan merupakan masalah utama di dalam perusahaan. 
            Berbagai penulis, para ahli dalam psikologi organisasi, mengemukakan berbagai model untuk mempelajari tingkah laku manusia.  Diantara penulis yang terkenal adalah Maslow dengan tingkat kebutuhannya. 
            Tingkat kebutuhan yang diusulkannya oleh Maslow mungkin merupakan model untuk mempelajari tingkah laku manusia yang paling banyak anut.  Maslow menyarankan urutan-urutan dasar sebagai berikut :
Kebutuhan Pisiologis dasar.
Keselamatan dan Keamanan.
Cinta/ kasih sayang.
Penghargaan.
Aktualisasi diri (Self Actualization.)
Kebutuhan pisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar dari setiap manusia.  “Manusia hanyalah menginginkan roti apabila tidak terdapat roti” demikian dikatakannya.  Apabila seorang manusia kelaparan maka hanya makananlah yang menjadi pikirannya.  Segera setelah kebutuhan ini terpenuhi, maka timbullah kebutuhan lainnya dalam dirinya.  Kebutuhan yang tadinya tidak dirasakan penting baginya, akhirnya menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.  Kebutuhan ini adalah kebutuhan akan “keselamatan dan keamanan”.   Tingkah laku manusia didorong oleh kebutuhan yang belum terpuaskan dan bukan  oleh kebutuhan yang telah terpenuhi.  Keinginan untuk keselamatan dan keamanan ini bisa terpenuhi misalnya dengan adanya masyarakat yang tertib, pekerjaan yang teratur, asuransi, agama dan lainnya.
Segera setelah kedua jenis kebutuhan ini sudah terpuaskan maka timbullah ketiga jenis kebutuhan lainnya yang lebih tinggi tingkatnya.  Kebutuhan akan Cinta merupakan kebutuhan untuk disayang dan menyayang, berkumpul dengan orang lain.  Kebutuhan untuk Dihargai menyakut masalah tentang penghargaan sosial, pernyataan diri dan harga diri.  Kebutuhan terakhir menurut Maslow adalah Self actualization, menunjukkan keinginan untuk mewujudkan dirinya.  Perwujudan diri ini ditunjukkan dari prestasinya dan kemampuan untuk melaksanakan ide-idenya.
Urut-urutan tingkatan kebutuhan ini, membantu manajemen di dalam memahami persoalan-persoalan yang menyakut para pegawai.  Mengapa suatu program pelayanan pegawai tidak mendapat dukungan dari para pegawai ? Program semacam ini baru bisa berjalan dengan baik jika manajemen telah membuat struktur upah yang baik pula.   Ada kebutuhan yang lebih dasar yang ingin dipuaskan oleh pegawai sebelum mereka merasa adanya kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya.
Sedangkan menurut Kaplan dan Norton (1996) terdapat beberapa elemen dari kepuasan pegawai yaitu :
·         Keterlibatan dalam pengambilan keputusan (Involvement with decision).
·         Pengakuan atas pekerjaan yang baik (Recognition for doing a good job).
·         Akses kepada informasi yang cukup untuk bekerja dengan baik (Access to sulficient information to do the job well).
·         Dorongan aktif agar kreatif dan menggunakan inisiatif  (Active and Couragement to be creative and use inisiative).
·         Dukungan atasan  (Support level from staff function).
·         Kepuasan menyeluruh terhadap perusahaan (Overall satisfaction with company).
            Para pekerja akan diminta untuk menscore perasaan mereka pada skala 1 sampai 3 atau 1 sampai 5, yang pada ujung bawah disebutkan tidak puas dan pada ujung atas dengan sangat puas. Suatu indeks kepuasan pegawai kemudian dapat diposkan pada Balance Scorecard, dengan para eksekutif memiliki kemampuan drill-down untuk menentukan kepuasan oleh divisi, departemen, lokasi dan pengawas.

5.2. MENGUKUR KESETIAAN PEGAWAI
            Mengukur kesetiaan pegawai adalah mengukur kemampuan perusahaan  untuk mempertahankan  pekerja-pegawai terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan yang telah melakukan investasi dalam sumber daya manusianya akan sia-sia apabila tidak dapat mempertahankan pekerjanya untuk seterusnya berada dalam organisasi.
            Teori yang mendasari ukuran ini adalah bahwa organisasi melakukan investasi jangka panjang  pada para pegawainya , sehingga setiap penyimpangan yang tidak diinginkan merupakan kerugian di dalam model intelektual bisnis. Pegawai setia jangka panjang membawa nilai organisasi, pengetahuan proses organisasi, dan kepekaan terhadap kebutuhan pelanggan. Kesetiaan pegawai umumnya diukur dengan menggunakan Rasio Perputaran Pegawai ( Labor Turnover )
            Untuk mempertahankan kesetiaan pegawai , manajemen harus mampu mengerti keinginan pegawai, dalam hal ini kebutuhan manusia ( human needs ). Meskipun keinginan ini bisa bermacam-macam, beberapa keinginan ( wants ) berikut ini merupakan berbagai keinginan yang umum dinyatakan, yang terdiri dari :
·         Gaji/upah yang baik. Gaji bisa dipakai untuk memuaskan kebutuhan pisiologis, sosial, maupun egoistis. Karena itu tidak heran kalau sebagian besar pegawai menginginkan gaji yang tinggi dari pekerjaannya.
·         Pekerjaan yang aman secara ekonomis. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang ajeg merupakan salah satu harapan para pegawai. Keinginan ini bisa dibuktikan dari banyaknya peminat untuk menjadi pegawai negri ( karena adanya jaminan pensiun ).
·         Rekan kerja yang kompak. Keinginan ini merupakan cermin dari kebutuhan sosial. Seorang pegawai mungkin keberatan untuk dipromosikan, hanya karena tidak menginginkan kehilangan rekan kerja yang kompak.
·         Penghargaan terhadap pekerjaan yang dijalankan. Keinginan ini berasal dari kebutuhan egoistis, yang bisa diwujudkan dengan pujian, hadiah ( dalam bentuk uang maupun tidak ), diumumkan kepada rekan-rekan sekerjanya dan sebagainya.
·         Pekerjaan yang berarti. Keinginan ini merupakan perwujudan dari kebutuhan untuk berprestasi. Mungkin pada abad ini keinginan ini agak sukar terpenuhi, terutama dengan timbulnya spesialisasi yang tajam.
·         Kesempatan untuk maju. Meskipun mungkin tidak semua pegawai ingin dipromosikan ( karena alasan sosial ) tetapi pada umumnya setiap orang menginginkan untuk maju dalam hidupnya.
·         Kondisi kerja yang aman, nyaman dan menarik. Kondisi kerja yang aman berasal dari kebutuhan akan rasa aman ( safety needs ). Tempat kerja yang nyaman dan menarik sebetulnya lebih merupakan suatu prestise ( simbol status ), dan pengalokasian hal-hal yang yang bersifat  status symbols juga cukup sukar, sebagaimana pengalokasian dana.
·         Pimpinan yang adil dan bijaksana. Pimpinan yang baik menjamin bahwa pekerjaan akan tetap bisa dsipertahankan ( physiological dan security needs ) . Demikian juga, pimpinan yang tidak berat sebelah, akan menjamin ketenangan kerja.
·         Pengarahan dan perintah yang wajar. Kedua hal ini sebenarnya juga tidak bisa dipisahkan dari pimpinan yang bijaksana. Pengarahan diperlukan menjaga agar pelaksanaan tidak menyimpang, dan perintah yang wajar diperlukan untuk keberhasilan pelaksaanaan.
·         Organisasi/tempat kerja yang dihargai masyarakat. Keinginan ini merupakan pencerminan dari kebutuhan sosial.
 
5.3. MENGUKUR PRODUKTIFITAS PEGAWAI
                Produktifitas pegawai merupakan suatu ukuran hasil dari pengaruh menyeluruh dari meningkatkan keahlian dan moral pegawai, inovasi, meningkatkan proses intern, dan memuaskan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan pegawai dengan jumlah pegawai yang digunakan untuk memproduksi output tersebut.
            Ukuran produktifitas yang paling sederhana adalah pendapatan per pegawai. Ukuran ini menunjukkan berapa banyak output yang dapat dihasilkan per pegawai. Sementara pegawai dan organisasi menjadi lebih efektif didalam menjual volume yang lebih tinggi dan peringkat produk dan jasa  nilai tambah yang lebih tinggi , pendapatan per pegawai harus naik.

FAKTOR PENDORONG YANG SPESIFIK DARI PEMBELAJARAN  DAN PERTUMBUHAN

            Apabila suatu perusahaan telah memilaih ukuran untuk kelompok pengukuran inti ( core emloyee measurement group ) yang terdiri dar kepuasan pegawai, kesetiaan pegawai dan produktifitas pegawai. Perusahaan tersebut harus mengidentifikasi pendorong/syarat yang spesifik-situasi didalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (gambar 3 ). Pendorong/syarat tersebut menurut Kaplan dan Norton (1996) terdiri dari 3  ( tiga ) komponen, yaitu :
1.      Meningkatkan kebali keahlian satuan kerja ( Reskilling the work force )
2.      Kemampuan sistem dan teknologi informasi ( Information Systems Capabilities ).
3.      Motivasi, pembagian wewenang dan Penyetaraan ( Motivation, empowerment, and alignment )

  6.1. RESKILLING SATUAN KERJA
                Banyak organisasi yang menerapkan Balance Scorecard mengalami perubahan yang radikal. Pegawai mereka harus memegang tanggung jawab baru secara dramatis bila bisnis akan mencapai pelanggan. Contoh dalam suatu Bank digambarkan bagaimana para pegawai lini-depan harus dilatih kembali. Mereka harus beralih dari hanya memberi reaksi kepada permintaan pelanggan menjadi secara proaktif mengantisipasi kebutuhan pelanggan dan memasarkan perangkat produk dan jasa yang lebih luas kepada mereka. Transformasi ini menunjukkan perubahan didalam peran dan tanggung jawab yang sekarang dibutuhkan banyak organisasi dari para pegawai mereka.
            Kita dapat memandang permintaan untuk Reskilling pegawai dilihat dari 2 ( dua ) dimensi, yaitu Tingkat reskilling yang dibutuhkan ( Level of Reskilling )  dan persentase satuan kerja yang memerlukan reskilling (Percentage of Work Force ), terlihat pada gambar berikut:


 

        High                Strategic                              Massive
                                Reskilling                            Reskilling            Level of Reskilling


 

                                           Competency Upgrade
       Low                                                                             High                                      
                                                     Percentage
         Gambar 3 : Reskilling – pengukuran pembelajaran dan pertumbuhan


            Apabila tingkat reskilling pegawai rendah  ( bagian bawah  dari gambar 3 ), maka latihan normal dan pendidikan akan cukup untuk mempertahankan kemampuan pegawai. Dalam hal ini, reskilling pegawai tidak akan memiliki prioritas yang cukup untuk memperoleh tempat pada Balance Scorecard organisasi.
            Tetapi perusahaan ( bagian atas dari gambar 3 ), perlu me-reskill pegawai mereka secara signifikan, bila mereka ingin mencapai tujuan proses bisnis intern mereka, pelanggan dan keuangan mereka.
            Untuk organisasi yang membutuhkan reskilling besar-besaran ( kwadran kanan atas dari gambar 3 ), pengukuran lain adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk membawa pegawai yang ada ke tingkat kemampuan yang dibutuhkan. Bila tujuan reskilling besar-besaran akan dipenuhi, organisasi sendiri harus terampil didalam mengurangi waktu siklus yang dibutuhkan per pegawai untuk mencapai reskilling ini. Reskilling satuan kerja ini dalam Kelompok Pengukuran Pegawai Inti ( Core Employee Measurement Group ) termasuk dalam komponen Wewenang Staf ( Staff Competencies ). 

6.2. KEMAMPUAN SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

            Motivasi dan ketrampilan pegawai saja tidak cukup untuk menunjang pencapaian tujuan proses bisnis internal, apabila mereka tidak memiliki informasi yang memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat waktu dan akurat sebagai umpan balik. Pengukuran yang digunakan misalnya rasio liputan informasi strategik, yanmg mengukur seberapa besar informasi yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan yang diantisipasikan. Contohnya persentase dari proses yang mmemiliki umpan balik mengenai kualitas, waktu siklus dsan biaya yang bersifat real time atau persentase jumlah pwgawai yang berhadapan langsung dengan pelanggan yang memiliki akses informasi on line mengenai data pelanggan.
            Pegawai lini depan membutuhkan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai masing-masing hubungan total pelanggan dengan organisasi, yang meliputi suatu estimasi yang berasal dari analisis biaya yang didasarkan kegiatan tentang profitabilitas masing-masing pelanggan. Para pegawai lini depan juga harus diberi informasi mengenai segmen mana yang ditempati nasabah individual sehingga mereka dapat menilai berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan bukan saja untuk memuaskan pelanggan mengenai hubungan atau transaksi yang ada, tetapi juga belajar dan mencoba untuk memenuhi kebutuhan yang timbul dari pelanggan tersebut.
            Para pegawai pada bagian operasi bisnis membutuhkan umpan balik yang cepat, tepat waktu dan akurat mengenai produk yang baru diproduksi atau jasa yang baru diberikan. Hanya dengan mempunyai umpan balik demikian, para pegawai dapat diharapkan untuk menopang program peningkatan dimana mereka secara sistematis menghilangkan kerusakan/cacat dan memperkecil waktu yang menganggur. Sistem informasi yang baik sekali merupakan persyaratan bagi pegawai untuk meningkatkan proses, baik secara kontinyu melalui cara TQM ( Total Quality Controll ), atau secara tidak kontinyu melalui proyek Perancangan Ulang dan Perekayasaan Ulang Proses. Dalam suatu pengukuran inti pegawai , Kemampuan sistem dan teknologi informasi ini termasuk salah satu komponen dalam syarat /pendorong untuk mencapai kepuasan pegawai, yaitu Technologi Infrastructure.




6.3. MOTIVASI, PEMBERIAN WEWENANG DAN PENYETARAAN


            Pegawai yang sempurna dengan informasi yang berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengaambil keputusan atau bertindak. Sehingga diperlukan faktor ketiga yang memfokuskan pada iklim organisasi untuk mendukung motivasi pegawai dan inisiatif pegawai. Pengukuran yang dapat dilakukan adalah berkaitan dengan jumlah usulan yang diberikan dan diimplementasikan, jumlah perbaikan, keselarasan antara individu dengan organisasi, kinerja kelompok/tim.

6.4. PENGUKURAN YANG DIBUAT DAN DILAKSANAKAN
Kita dapat mengukur hasil apabila memiliki pegawai yang dimotivasi dan diberi wewenang dengan menggunakan suatu ukuran yang sederhana dan yang digunakan secara luas adalah dengan mengukur jumlah saran-saran per pegawai. Ukuran ini mengajak peran serta pegawai didalam meningkatkan kinerja organisasi. Ukuran demikian dapat diperkuat oleh ukuran pelengkap, jumlah , jumlah saran yang dilaksanakan, yang menelusuri mutu saran-saran yang diajukan, maupun berkomunikasi dengan satuan kerja sehingga saran-saran dihargai dan diperhatikan secara serius.
Misalnya, manajer senior didalam satu perusahaan merasa kecewa dengan tingkat dan mutu peran serta pegawai didalam menyarankan peluang peningkatan , mereka mengerahkan suatu inisiatif yang :
·         Menerbitkan saran-saran yang berhasil untuk meningkatkan visibilitas dan kredibilitas proses.
·         Menggambarkan manfaat dan kemajuan yang dicapai melalui saran pegawai.
·         Mengkomunikasikan struktur imbalan baru untuk saran-saran yang dilaksanakan.
                   Inisiatif ini menyebabkan peningkatan yang dramatis didalam jumlah saran yang disampaikan dan jumlah yang dilaksanakan.
                   Kasus pada “Rockwater” menggunakan jumlah saran sebagai salah satu pengukuran scorecard-nya yang awal tetapi merasa kecewa dengan hasil yang diukur. Suatu penelitian menunjukkan bahwa para pegawai merasa bahwa saran mereka tidak dijalankan. Para eksekutif senior kemudian mengarahkan para manajer proyek untuk mengikuti dan memberi umpan balik kepada para pegawai atas setiap saran yang disampaikan. Umpan balik dan pelaksanaan ini dari banyak saran yang disampaikan menyebabkan jumlah saran yang meningkat. Seluruh jumlah pelaksanaan saran ini menyebabkan penghematan .
                   Jauch dan Glueck (1996) dalam bukunya yang berjudul Strategic Management and Business Policy, mengatakan bahwa terdapat hubungan antara pelaksanaan dengan pilihan strategi. Artinya, strategi yang telah dipilih harus dilaksanakan. Agar proses pilihan strategi dapat efektif, proses pelaksanaan harus selaras dengan strategi yang telah dipilih. Gambar berikut memperlihatkan salah satu cara bagaimana memandang proses pelaksanaan strategi  ( gambar 4 )





                                             Tentukan strategi dan komunikasi
                                                             Tujuan yang terukur untuk
                                                               Perusahaan secara terukur

Evaluasi hasil , berikan penilain                                                                                            Tetapkan tugas utama manjer
Apakah trdapat kesenjangan


 


Pastikan secara berkala apakah                                                                                              Tetapkan tugas untuk ber -
Mekanisme  pengendalian sudah                                                                                            bagai bagian organisasi
Memadai


Kembangkan keahlian dan berikan                                                                                        Delegasikan hubungan wewe-
Latihan pada manajer tentang nilai                                                                                        nang dan tetapkan metode
Dan gaya organisasi                                                                                                            untuk melaksanakan koordinasi








 



Tetapkan ketentuan tentang sistem                                                                                          Alokasi  sumber daya pada
Imbalan (reward) yang mengukuhkan                                                                                     SBU dan departemen
Perilaku yang diinginkan


 

                                                                                                                                                  Gariskan kebijakan sebagai
                                                                                                                                                  Pedoman kerja


 

Bangun MIS untuk memberikan data
Yang tepat dan berkala guna mengevaluasi                                                                             Jelaskan tujuan yang harus
Perusahaan                                                                                                                               dicapai manajer


 


                                                                            Melaksanakan cara
                                                                            Mengukur prestai   


  

                Gambar 4 : Proses pelaksanaan strategi









                   Gambar berikut ini akan menunjukkan berbagai peran yang biasanya dimainkan oleh para perencana strategi dalam proses pelaksanaan strategi.


 

   Perencanaan Stategi                Alokasi sumber daya           Merumuskan kebijakan
                                             dan pengorganisasiannya          dan sistem administrasi             


 

   Para manjer puncak             Mengambil keputusan              Mengambil keputusan
   Para manejer puncak           Mengambil keputusan              Mengambil keputusan
   (SBU)                                  untuk unit mereka                     untuk unit mereka
    Perencana Perusahaan        Memberi nasihat                       Memberikan nasihat
                                                                                                 Dan membantu pengelolaan
                                                                                                 Sistem perencanaan
    Dewan komisaris               Menyetujui perubahan              Jarang terlibat
    Konsultan                          Kadangkala digunakan              Sering menggunakan
                                               Jasa konsultan                            jasa konsultan          


                 Gambar 5 : Peran perencanaan strategis dalam pelaksanaan strategis




6.5 BALANCE SCORECARD SEBAGAI PENYEIMBANG DAN PENGUKURAN 
     KINERJA ORGANISASI

                   Kata balancing ternyata tidak hanya dipakai untuk menyeimbangkan roda mobil supaya nyaman dikendarai. Dalam roda organisasi pun balancing juga diperlukan agar kendaraan atau wadah kegiatan badan usaha yang disebut organisasi dapat berjalan mencapai tujuan yang dikehendaki tanpa goncangan dan melaju secara mulus, sehingga keseluruhan anggota stakeholder merasakan aman dan tentram didalam naungan organisasi tersebut.
                   Konsep Scorecard (ukuran kinerja) model lama mulai ditinggalkan, karena dianggap hanya mengejar tujuan kemampulabaan (Profatibility) jangka pendek semata. Pimpinan Badan Usaha yang hanya mengejar-ngejar anggotanya untuk memacu pencarian laba yang optimal biasanya menerapkan SCORECARD yang hanya berdimensi profitabilitas. Elemen-elemen yang diukur dalam hal ini biasanya menyangkut aspaek-aspek finansial seperti sales, cashflow, Capital Expenditures, Costs, Assets, Debt, Liabilities, dan lain sebagainya. Bahkan dalam kegiatan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tingkat kesehatan organisasi diukur paling tidak berdasarkan tiga kriteria utama seperti, Rentabilitas, Likuiditas, dan Solvabilitas.
                   Kesemua ukuran ini secara organisatoris mengikuti paradigma rational goal model yang mudah terukur secara kuantitatif. Aspek-aspek eksternal organisasi kurang diperhatikan, seperti tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, employee retention dan lain sebagainya, sehingga organisasi yang hanya berorientasi pada profit tidak dijamin kelanggengannya dalam persaingan global yang menunjukan suatu persaingan yang hypercompetitive. Oleh karenanya muncul pemikiran baru yang dipelopori oleh  Kaplan dan  Norton (1996) untuk memperkenalkan konsep balanced scorecard  sebagai suatu surement system yang mencoba untuk menyeimbangkan alat ukur lama yang hanya berdimensi pada profitabilitas dengan dimensi-dimensi yang baru seperti aspek kualitas yang memiliki elemen-elemen penyeimbangnya. Dengan scorecard yang di-balanced ini diharapkan dapat mengintegrasikan energi, kemampuan dan pengetahuan organisasi yang spesific  (spesific knowledge & assets specificity ) dari organisasi agar dapat mencapai long-term strategic goals.
                   Dalam pengembangan konsep ini, anehnya, Balance Scorecard justru dikembangkan oleh Kaplan dan Norton yang keduanya justru memiliki latar belakang pengetahuan manajemen keuangan dan akuntansi yang kuat. Kaplan sebagai guru besar Ilmu Akuntansi dari Harvard Business School, sedangkan Norton adalah konsultan dalam manajemen akuntansi dari Amerika, yang notabene keduanya sebenarnya adalah pengikut aliran konservative rational goal model, namun dalam buku terbarunya balanced-scorecard (1996) dikemukakan betapa pentingnya untuk melihat aspek-aspek yang non-financial guna proses balancing tersebut, sehingga penciptaan Daya saing perusahaan dapat berkelanjutan (Sustainable Competitive Advantage).
                   Secara ilustratif, balancing organisasi dengan model yang sangat sederhana dapat dicontohkan sebagai berikut : Seorang pemain akrobat menyeimbangkan diri untuk tidak jatuh ketika berjalan diatas tali.
         Upaya penyeimbangan ini akan menyangkut pihak-pihak didalam dan diluar organisasi yang dijadikan tolak ukur guna mengimbangi score-card yang berdimensi ukuran profitabilitas. Biasanya tolak ukur yang dikembangkan adalah aspek customer satisfaction, employee retention, dan lain sebagainya seperti yang tergambar diatas. Peningkatan sales ataupun penurunan cost tidak ada artinya apabila menimbulkan ketidakpuasan dimata konsumen yang pada akhirnya menurunkan tingkat loyalitas para pelanggan. Demikian pula karena manajemen mengencangkan ikat pinggang untuk menurunkan cost, sehingga pengiritan ini akan berdampak pada turn-over pegawai yang tinggi atau employee retention yang menurun, sehingga banyak pegawai handal yang meninggalkan organisasi, sehingga untuk penyembuhannya (recovery) memerlukan waktu lagi untuk recrutment, training dan lain sebagainya.
                   Dalam kerangka yang lebih kompleks, balancing suatu organisasi sangat terkait pada konsep dasar pengukuran efektivitas organisasi yang dapat dijelaskan dalam model berikut ini.
                   Organisasi Badan Usaha biasanya terikat untuk memilih salah satu ekstrimitas saja seperti aspek profitabilitas, sehingga akan berada pada ujung rational goal model. Pada dimensi lain yang berlawanan, model human relation lebih menekankan pada jalinan yang harmonis antar anggota organisasi yang saling berinteraksi. Hubungan antar pegawai dan demikian pula hubungan pegawai dan perusahaan  merupakan aspek yang dijunjung tinggi, sehingga employee satisfaction adalah sesuatu hal yang vital.
                   Aspek training, dan penyiapan jenjang karir (Carrier Path) merupakan indikator utama untik katagorisasi perusahaan yang sehat. Demikian pula untuk Badan Usaha yang mempunyai orientasi keluar (Open System) seperti terhadap pelanggan, pesaing dan sebagainya, merupakan orientasi yang kontras dengan perusahaan yang hanya berorientasi kedalam (Closed System). Karakteristik Badan Usaha yang mempunyai orientasi keluar, ukuran-ukuran yang diterapkan untuk menilai kesuksesan Badan Usaha selalu ditekankan pada aspek customer, loyalty, investor loyalty, market share, dan lain sebagainya. Lihat gambar berikut :






 

        Human relation approach                                                  Open system


 


                                                       Balancing






 

         Closed system                                                             Rational goal model
                                             


6.6    VISI ASTRA 2000
                   Saat ini Badan Usaha yang dianggap telah mapan berlomba untuk menyeimbangkan ukuran-ukuran keberhasilannya karena sasaran yang ingin dicapai secara paradoksal sangat bertentangan. Contoh kongkrit yang dapat dijumpai dalam aktivitas sehari-hari misalnya VISI 2000 ASTRA Internasional Corporation mematok sasaran yang ganda dan terlihat agak berlawanan. VISION STATEMENT ASTRA menuju Abad Dua Puluh Satu mempunyai cita-cita :

1.      To be internatinal player and national market leader in the business we are in.
2.      To be one of the best managed corporations with the emphasis on :
·         Human resources development (HRD)
·         Solid financial structure
·         Costumer satisfaction
·         Efficiency
3.      To have a balanced, growth and profitability.

Cita-cita diatas kalau dirinci satu persatu terasa agak aneh, karena seperti aspek pertumbuhan dan profitabilitas terkesan agak bertentangan. Demikian juga ASTRA menginginkan pencapaian tingkat efisiensi yang tinggi, namun di lain pihak efisiensi perusahaan juga diturunkan sedemikian rupa untuk dapat menghantar ASTRA menjadi global player. Dimana orientasi eksternal juga dijunjung tinggi. Dapat dibayangkan betapa rumitnya membuat balancing SCORE-CARD agar supaya pencapaian tujuan organisasi jangka panjang dapat terwujud.    

7. SIMPULAN
                   Aplikasi Balance Scorecard dimulai dari akarnya yaitu pembelajaran dan pertumbuhan , yang memberikan kontribusi pada proses internal bisnis, sehingga pelanggan menjadi puas dan pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang tercermin dalam performasi keuangan.
                   Akhirnya, kemampuan untukmemenuhi target untuk tujuan keuangan, pelanggan dan proses bisnis intern tergantung kepada kemampuan organisasi untuk belajar dan pertumbuhan. Mereka yang memungkinkan belajar dan pertumbuhan khususnya berasal dari 3 sumber, yaitu pegawai, sistem dan Penyetaraan organisasi. Strategi untuk kinerja yang unggul umumnya menuntut investasi yang signifikan pada orang,sistem dan proses yang membangun kemampuan organisasi.Akibatnya, tujuan dan ukuran untuk fihak yang memungkinkan kinerja yang handal ini dikemudian hari harus merupakan bagian yang integral dari suatu Balance Scorecard organisasi.
                   Suatu kelompok inti dari 3 ukuran yang terdiri dari kepuasan pegawai, kesetiaan pegawai dan produktifitas pegawai  memberikan ukuran hasil kedalam pegawai, sistem dan Penyetaraan/keselarasan organisasi. Para pendorong hasil ini sekarang agak generik dan kurang berkembang daripada ketiga perspektif Balance Scorecard lainnya.